Geliat tawanya seakan menyihir dunia. Ya, lagi-lagi aku terperangkap dalam keadaan yang tak menentu. Ke arah mana jalan seandainya terbias kaku pada kenyataan. Isyarat dan kehendak hati tak mudah dicerna akal seakan membuatku jauh dari lamunan. Insan tertampak dihati. Dan kedua matanya yang selalu terhembus oleh titik yang terhubung dari waktu ke waktu. Pada masa itu hadir tak terduga raga yang jadi pengharapan tak kunjung usai.
Jemari seakan tak sanggup lagi bagaikan masa yang telah lalu menggapai senyum seindah kala sang surya menyapa dengan cahayanya. Tempatku melihat sudah tak ramah bersamaku yang tak lagi mampu berdebat pada masa depan. Jangan kikiskan perhatian dariku. Egoisme pikiran menguasai, diam hanya sebagai teman yang berlalu begitu saja tanpa ada penyesalan. Kelak kutemukan kesungguhan yang kuinginkan lebih dari yang ada ini.
Keniscayaan yang selalu tergenggam erat bersama kemahsyuran kata yang terbertuk pola keharusan. Racun pikiran selalu membuatku jauh dari lamunan seorang diri membuat kecamuk dalam hati yang slalu jadi bahan ejekan. Aku bosan seperti ini, tanpa ada bahagia yang hakiki. Maka akan kubuktikan pada dunia bahwa aku mampu.
Seakan terlempar dari pengharapan yang sesungguhnya ada di depan mata. Jangan kecewa, jangan bimbang, jangan ketidakpastian, jangan dan jangan… aku sudah tidak seperti itu.
Kerasnya batu seakan jadi cair karenanya…Aku datang ….