EKA
11 Januari 2009 jam 19:30
Perkara Bahasa Pada Sinetron dan Perfilman di Indonesia
(Film di Indonesia)
BAB I PENDAHULUAN
Indonesia dewasa ini, yang merupakan salah satu negara berkembang, sudah tidak lagi memusatkan penelitian dan kegunaan pendidikan pembangunan seperti saat pemerintah Presiden Soeharto. Perhatian ini memberikan pengaruh secara positif, karena kini perhatian tersebut tidak hanya terfokus pada 1 hal saja. Tetapi pada kenyataannya hal ini justru membuat orang-orang tertentu dapat mengapresiasikan data dirinya secara bebas dan tidak bertanggung jawab.
Memperhatikan fungsi hukum di dalam masyarakat, yang memungkinkan terjadi komunikasi yang efektif diantara sesama anggota masyarakat, kiranya sulit bagi kita untuk memikirkan sesuatu masyarakat yang dapat berjalan tanpa menerima pelayanan hukum. Keadaan ini pribadi serta konflik-konflik kepentingan terjadi dengan lebih intensif. Sekalipun demikian di dalam masa sekarang ini kedua hukum menjadi problematis berhubung dengan adanya pergeseran di dalam prioritas kegiatan negara.
Sejarah penyiaran dunia di mulai ketika ahli fisika Jerman bernama Heinrich Hertz pada tahun 1887 berhasil mengirim dan menerima gelombang radio. Upaya Hertz itu kemudian dilanjutkan oleh Guglielmo Marconi (1874-1937) dari Italia. Media penyiaran.
Pada awalnya penemuan ini cenderung diremehkan dan perhatianya hnaya sebagai alat terknologi transmisi lebih banyak digunakan oleh militer dan permintaan untuk kebutuhan penyampaian informasi lebih banyak digunakan oleh militer dan permintaan untuk kebutuhan penyampaian informasi dan berita-berita serta dimanfaatkan para penguasa untuk tujuan politik.
Tetapi pada makalah ini saya tidak akan membahas masalah siaran radio, melainkan siaran di televisi/prinsip TV ditemukan oleh Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1928 Vladmir Zwarkyn (AS) menemukan tabung kamera/iconoscope yang bisa menangkap dan mengirim gambar ke kotak bernama TV. Pertama yang dipertunjukkan kepada umum pada pertumbuhan World’s Fair pada tahun 1939.
Siaran TV di Indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan langsung upacara hari ulangtahun kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17 Agustus 1962. siaran langsung itu masih terhitung sebagai siaran percobaan. Siaran resmi TVRI baru dimulai 24 Agustus 1962 jam 14.30 WIB yang menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asian Games ke-4 dari Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Salah satu sifat TV adalah menguasi ruang. Hal ini berarti bahwa siaran TV dapat diterima dimana saja dalam jangkauan pancarannya, maka daya langsing yang dihasilkan pun sangat tinggi dalam mempengaruhi masyarakat.
Pada makalah ini, akan membahas siaran yang terjadi diIndonesia hubungan dengan UU Penyiaran. Semakin berkembangnya peradaban disuatu wilayah, mereka semakin besar pulalah tantangannya. Salah satunya masalah penyiaran yang semakin didukung oleh alat-alat yang canggih sehingga dapat lebih memudahkan pengguna untuk mengaksesnya secara cepat dan itu dapat berdampak pula.
Secara umum siaran berfungsi untuk menghibur secara, tetapi dengan berjalan waktu, maka keberpihakan kepada masyarakat menjadi kurang terarah. Bentuk salah bertujuan menaikkan ranting demi kepentingan golongan tertentu , seperti yang terdapat pada UU. No. 32 Tahun 2002, Pasal 36 ayat 4.
Penyiaran di Indonesia selalu berkembang pesat karena permintaan kebutuhan pada masyarakat semakin meningkat. Hal ini pula yang menyebabkan isi siaran yang semula dianggap tabu menjadi suatu hal biasa dalam keseharian.
Isi dan waktu siaran yang kurang tepat dapat menyebabkan pembentukan pola pikir masyarakat yang kurang peka. Salah satu contoh kasusnya adalah anak-anak kecil saat ini lebih senang melihat sinetron untuk orang dewasa. Hal ini terjadi karena terlalu menerima acara yang diproduksi untuk anak-anak dan kurang tepatnya waktu siaran.
Bahasa adalah salah satu cara pembentukan pola seseorang. Orang yang hidup dilingkungan kondusif akan membuatnya lebih baik dan nyaman dibandingkan dengan keadaan lingkungan yang semrawut dan kurang perhatian.
BAB. II SIARAN ISLAM
Pola penyiaran perfilm-an dan sinetron yang terjadi di Indonesia saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kaidah dan ajaran Islam yang berlaku.
Banyak bermunculan sinetron dan film yang mengatasnamakan dakwah. Namun pada kenyataannya banyak pula penyimpangan yang dilakukan. Hal ini terjadi karena banyak pihak yang terlibat pada pembuatan film dan sinetron itu sendiri kurang faham pada hakikat dan kebenaran yang terkandung pada ajaran agama Islam.
Pada pola pelaksanaan yang seharusnya terjadi adalah sesuai dengan kaidah yang berlaku pada ajaran agama dengan memperhatikan adab dan etika kesopanan. Pemvisualisasian yang terjadi kini tidak lagi mengindahkan hati nurani dan hanya mengindahkan rating ( keuntungan semata).
BAB. III UNDANG-UNDANG PENYIARAN
Materi Siaran dan kaitannya dengan Undang-undang
Perkara cabul dan mistis pada sinetron dan perfilm-an bergenre Islam di Indonesia semakin semarak. Hal ini terkait dengan ketidakmapanan pengetahuan sang pembuat film dan masyarakat yang secara tidak langsung, Walaupun banyak tontonan yang bersifat tidak layak, namun tetap dicari karena sudah berubah menjadi suatu kebutuhan.
Diantara hal yang sangat penting yang diatur kaitannya dengan pelaksanaan siaran adalah materi atau isi siaran. Dalam UU No. 24 Tahun 1997 pasal 32 dinyatakan :
Ayat 6 dan 7
6) Materi siaran yang akan disiarkan hendaknya mengandung unsur yang bersifat membangun moral dan watak bangsa, persatuan dan kesatuan, pemberdayaan nilai-nilai luhur budaya bangsa, disiplin, serta cinta ilmu pengetahuan dan teknologi.
7) Isi siaran yang mengandung unsur kekerasan dan sadisme, pornografi, takhayul, perjudian, pola hidup permisif, konsumtif, hedonistis, dilarang.
Ketentuan itu banyak kesamaannya dengan isi siaran yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2002. Dalam Undang-undang ini pasal 36 dinyatakan:
Ayat 1,3 dan 5(b)
1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan,d an manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa.
3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyairkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
5) Isi siaran dilarang :
b) Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang.
Dalam pasal 48 Undang-undang ini menyatakan:
Ayat 4 (a, b, c, d, e, f, g, h, i, j)
4). Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan :
a. Rasa hormat terhadap pandangan keagamaan
b. Rasa hormat terhadap hal pribadi
c. Kesopanan dan kesusilaan
d. Pembatasan adengan seks, kekerasan, dan sadisme
e. Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan
f. Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak
g. Penyiaran program dalam bahasa asing
h. Ketetapan dan kenetralan program berita
i. Siaran langsung dan
j. Siaran iklan
Kesimpulan
Maka seharusnya pada dewasa ini pemerintah ( sebagai pemegang kuasa perturan), masyarakat ( sebagai target pasar dalam industri perfilman dan sinetron) serta sang creator film, seharusnya dapat bertindak lebih tegas dan sesuai dengan norma yang berlaku saat ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar