(Erabaru.or.id) - Sebuah tim yang melibatkan ilmuwan dari Amerika dan Turki akan mengadakan penyelidikan terhadap misteri gunung Ararat pada Juli mendatang. Mereka akan mencari perahu Nabi Nuh.
Apakah kisah perahu besar Nabi Nuh yang tercatat dalam kitab suci merupakan peristiwa nyata atau mitos? Selama ini para ahli dan sarjana selalu berdebat, tidak sedikit yang beranggapan, bahwa hingga saat ini sisa-sisa peninggalan perahu Nabi Nuh masih tersimpan di puncak gunung Ararat Turki. Menurut laporan media cetak Amerika pada 26 April 2004, sebuah tim peneliti beranggotakan 10 orang yang dibentuk oleh petualang Amerika dan Turki akan mendekati puncak gunung yang misterius itu pada Juli tahun ini, untuk mencari jejak “perahu besar Nabi Nuh” (The Great Noah Ark).
Untuk menyingkap misteri perahu Nabi Nuh di pegunungan Ararat tersebut, tim gabungan ini akan mengirimkan penyelidik yang terampil. Diperkirakan mereka akan memasuki gunung Ararat pada 15 Juli 2004, dan akan menjalankan operasi penyelidikan yang berlangsung selama sebulan. Penanggung jawab tim tersebut yakni Daniel P. McGivern mengatakan, “Kami tidak akan menggali benda misterius itu, lebih-lebih tidak akan mengambil artefak apa pun, atau membuat sebuah perahu palsu di sana. Kami hanya akan mengambil gambar di sana, untuk diperlihatkan kepada kalian akan keadaan dan kondisi yang sebenarnya di sana.”
McGivern, pimpinan The Trinity Corporation of Honolulu, Hawaii mengatakan, bahwa sebelum mereka memasuki pegunungan Ararat, para anggota tim masih harus melakukan sejumlah besar persiapan kerja, seperti misalnya, mempelajari data-data yang berhubungan dengan ciri geografis dan bentuk permukaan bumi serta adat istiadat humanisme di daerah sekitar gunung Ararat. Menurutnya, problem terbesar yang dihadapi mereka saat ini adalah bagaimana mengadakan komunikasi dengan penduduk asli setempat. Karena gunung-gunung yang tinggi itu dianggap keramat oleh para penduduk asli setempat, dan mereka yakin akan eksistensi “Perahu Nabi Nuh”, oleh karena itu selama berabad-abad, mereka tidak pernah bersedia menceritakan tentang misteri yang berhubungan dengan gunung-gunung itu kepada orang luar.
Kalau mereka berhasil mendekati apa yang diduga sebagai struktur raksasa setinggi 45 kaki, lebar 75 kaki dan panjangnya sampai 450 kaki yang sempat tersingkap akibat gelombang panas dahsyat yang melanda Eropa pada musim panas yang baru lalu, itu berarti akan memperkuat dugaan sebelumnya. Sebagian besar anggota tim penyelidik mengatakan, bahwa bagi mereka yang memahami kitab Injil, jika keberadaan “Perahu Nabi Nuh” benar-benar terbukti, maka itu akan menjadi simbol legendaris sepanjang sejarah manusia, dan menjadi sebuah rekor perkembangan evolusi manusia. Seperti diketahui kisah Nabi Nuh dan perahunya yang selamat dalam banjir besar tercantum dalam Alkitab dan Al-Qur’an.
Penemuan Awal
Sebenarnya, pencarian terhadap perahu Nabi Nuh sudah cukup lama dilakukan. Setahun setelah terjadi gempa bumi dan letusan gunung berapi dahsyat pada 2 Mei 1883 yang telah memorak-porandakan kampung di kaki gunung Ararat, kerajaan Turki mengirim tim ekspedisi untuk melihat akibat yang ditimbulkannya. Kapten Gayscoyne, duta Inggris di Istambul, turut dalam ekspedisi itu. Saat itu mereka melihat “Perahu Nabi Nuh”.
Bukan itu saja, mereka juga dapat masuk dan mengukur perahu purba itu. Namun mereka tidak dapat mengukur dengan tepat dan lengkap karena sebagian darinya diselimuti es dan hanya 20 hingga 30 kaki saja yang menjulur keluar. Diketahui perahu itu dibuat dari balok kayu yang sudah tidak tumbuh lagi di bumi.
Menindaklanjuti temuan itu, pada 1917, Kaisar Rusia Tsar Nicholas II telah mengirim 150 orang pakar dari berbagai bidang dan tentara untuk mencari dan menyelidiki perahu Nabi Nuh. Setelah sebulan, tim ekspedisi itu baru sampai ke puncak Ararat. Segala kesukaran telah berhasil mereka lewati, dan akhirnya menemukan perahu Nuh tersebut. Dalam keadaan terkagum, mereka mengambil gambar sebanyak mungkin. Mereka mencoba mengukur panjang perahu Nuh dan didapati berukuran panjang 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki, sebagian lainnya tenggelam di dalam salju.
Hasil dari perjalanan itu dibawa pulang dan mau diserahkan kepada Tsar, malangnya sebelum sempat melaporkan temuan itu ke tangan kaisar, Revolusi Bolshevik Komunis (1917) meletus. Laporan itu akhirnya jatuh ke tangan Jenderal Leon Trotsky. Sehingga sampai sekarang masih belum diketahui, apakah laporan itu masih disimpan atau dimusnahkan.
Pada 1949, pilot Rusia Lotskovitsky juga mengambil foto “Perahu Nabi Nuh”. Foto tersebut menunjukkan sebuah bintik gelap yang samar-samar tampak di bawah lapisan es yang tebal di puncak gunung, karena itu tidak sedikit ahli yang curiga bahwa itulah perahu Nabi Nuh.
Tahun 1957, beberapa pilot Angkatan Udara Turki sempat menyelidiki puncak Ararat, dan mendapati obyek di Provinsi Agri menunjukkan bentuk sebuah perahu. Namun, karena perang dingin Uni Soviet vs. AS, penemuan itu tidak ditindaklanjuti dengan alasan “mencegah mata-mata AS mendekat”, Uni Soviet melarang pesawat setiap negara memasuki di sekitar pegunungan Ararat. Larangan itu baru dicabut pada 1982, dan sejak itu berbagai tim ekspedisi mulai berdatangan lagi, namun tidak ada yang mampu membuktikan.
Ada juga cerita tragis pada 1960-an. Seorang pengusaha minyak menumpang helikopter di bagian utara gunung Ararat untuk urusan bisnis. Tiba-tiba ia terkejut melihat satu kotak besar yang panjang menyerupai perahu. Ia kemudian menyuruh pilotnya mendekati obyek itu untuk mengambil beberapa gambar. Dengan rasa bangga, ia memperlihatkan gambar-gambar yang telah diambilnya itu pada semua rekan-rekannya di Timur Tengah dan Amerika. Pada saat yang sama ia mencoba mencari bantuan dana untuk menjalankan ekspedisi mencari “Perahu Nabi Nuh”. Karena tidak mendapat dana, ia kecewa dan akhirnya pergi ke British Guyana membuka tambang minyak.
Pada 27 Desember 1962, pengusaha itu ditemukan mati dibunuh dengan keadaan tubuh terapung di kolam renang hotel. Dalam laporan pada polisi, seorang kawan baiknya mengatakan bahwa lemari tempat menyimpan semua foto “Perahu Nabi Nuh” telah digeledah orang 10 hari sebelum kejadian. Gambar perahu Nuh telah hilang. Kawan-kawan baik pengusaha itu mengaku bahwa mereka telah melihat foto hitam putih "Perahu Nabi Nuh" yang berukuran 8 x 10 inci. Dan tidak menolak kemungkinan ia dibunuh karena foto tersebut.
Baru kemudian pada 1995, analis gambar satelit Amerika Bolsey Taylor mulai memperhatikan obyek misterius yang disebut “keajaiban gunung Ararat” itu. Ia menghabiskan beberapa tahun lamanya, mengumpulkan sejumlah besar gambar dari satelit, dan mengklasifikasi foto satelit tersebut, akhirnya didapati, bahwa itu adalah sebuah benda raksasa yang panjangnya 180 meter. Namun, mereka juga tidak tahu persis benda apa sebenarnya, menurutnya bisa saja itu merupakan benteng kuno Turki, atau mungkin reruntuhan sebuah pesawat, dan kemungkinan juga itu adalah “Perahu Nabi Nuh”.
Hingga akhirnya Porcher Taylor, ahli satelit mata-mata, merasa terpanggil untuk ikut mencari kapal Nuh tersebut. Taylor adalah lulusan Akademi Militer West Point AS yang khusus sejak lama mendalami bidang satelit mata-mata. Sejak sembilan tahun lalu rupanya sudah mulai meneliti keanehan yang terjadi di sekitar gunung Ararat Turki ketika ia bertugas memata-matai negara-negara yang berbatasan dengan Uni Soviet .
Taylor sekarang bekerja sama dengan perusahaan satelit pengintai komersial Quick Bird, dan mulai lagi melakukan pemotretan di sekitar gunung Ararat. Sayangnya, foto yang diambil sekarang masih kurang detail karena dari beberapa pengambilan gambar di sekitar gunung tersebut terlalu mendung. Setidaknya usaha Taylor menjadi sebuah harapan besar umat manusia menemukan salah satu kebesaran Tuhan yang hilang.
Sekitar tiga tahun lalu, seperti ditulis G. Joseph, arkeolog Ron Wyatt dan David Fasold menyatakan telah menemukan pendaratan “Perahu Nabi Nuh”. Penemuan ini menyatakan juga bahwa jejak itu tidak berada di puncak Ararat tetapi sekitar 20 mil dari puncak Ararat, dekat sisi dari Turki dan Iran. Tetapi mereka percaya bahwa pasti benar apa yang dikatakan Alkitab bahwa bahtera Nuh mendarat di puncak Ararat. Pergeseran tanah selama ribuan tahun, gempa bumi, adanya gunung baru, dapat mengakibatkan bergesernya lokasi pendaratan tersebut dari puncak gunung Ararat ke posisi sekarang.
Lihat gambar berikut, adalah penandaan yang dilakukan oleh para arkelog. Karena dengan mata telanjang, tanda tersebut sama sekali tidak akan tampak. Penandaan tersebut diambil dari sebuah radar khusus untuk mengidentifikasikan struktur tanah yang membentuk suatu obyek. Pengukuran obyek yang ditandai mempunyai altitude 7.546 kaki. Panjangnya, 558 kaki, dan lebarnya 148 kaki. Ukuran tersebut hampir tepat seperti dalam Alkitab di mana Allah memerintahkan Nuh untuk membuat suatu perahu yang besar. Di sekitar obyek tersebut, juga ditemukan oleh Ron Wyatt sebuah batu besar dengan lubang pahatan.
Mereka percaya bahwa batu tersebut adalah “drogue-stones”, di mana pada zaman dahulu biasanya dipakai pada bagian belakang perahu besar untuk menstabilkan perahu. Radar dan peralatan mereka menemukan sesuatu yang tidak lazim pada level “iron oxide” atau seperti molekul baja. Struktur baja tersebut setelah dilakukan penelitian bahwa jenis “vessel” ini telah berumur lebih dari 100.000 tahun, dan terbukti bahwa struktur dibuat oleh tangan manusia. Mereka percaya bahwa itu adalah jejak pendaratan perahu Nuh.
Peninggalan prasejarah yang berharga itu bukan saja menarik minat para peneliti sejarah malah pihak intelijen seperti CIA/KGB pun pernah mencoba menyelidikinya. Pihak CIA telah menggunakan satelit dan pesawat Stealth untuk mengambil gambar obyek yang diduga perahu Nuh itu. Gambar-gambar itu telah menjadi “rahasia besar” dan disimpan rapi dengan penjagaan yang sangat ketat bersama dengan “rahasia-rahasia” penting lainnya di Pentagon.
(Diolah dari berbagai sumber)
Kesaksian tentang Perahu Nabi Nuh
(Erabaru.or.id) - Sudah cukup banyak orang atau tim ekspedisi yang menemukan “Perahu Nabi Nuh” di puncak gunung Ararat. Ada yang didokumentasi, ada yang tidak. Berikut adalah cerita beberapa di antara mereka:
Ed Davis
Ed Davis, adalah seorang sarjana sekaligus tentara berkebangsaan Amerika yang menetap di utara Iran, pada 1943. Ketika mendaki puncak gunung Ararat, seorang berbangsa Qurdish yang menjadi pemandu pasukannya berkata, “Ya, di situlah kampung halaman dan tempat di mana orang tua saya tinggal. Di mana di puncaknya terdapat ‘Perahu Nuh’. Dan paman saya tahu di mana letaknya perahu itu.” Davis terkejut dan berkata, “Benar? Bisa saya diantar ke sana?” Pemandu itu berjanji akan mengenalkan dengan pamannya.
Suatu hari, pemandu itu membawa pamannya menemui Davis dan mengenalkan, namanya Abbas. “Pada masa ini, ‘Perahu Nuh’ masih tidak kelihatan. Dan apabila tiba saatnya nanti saya akan datang menjemput Anda,” kata Abbas. Beberapa bulan kemudian Abbas datang menjemput saya, “Kita boleh pergi sekarang....” Davis tidak buang waktu dan inilah saat yang paling ditunggu.
Mereka berdelapan mulai mendaki Ararat. Saat rombongan mendaki ke atas, mereka berhenti sejenak di telaga Perigi Ya’kub untuk berdoa. Selanjutnya mendaki agak jauh melalui jalan pintas agar perjalanan kami menjadi lebih cepat. Setelah beberapa hari mendaki, Abbas menyuruh kami semua agar saling mengikatkan tali antara satu dengan yang lain. Mereka mempunyai peralatan mendaki yang baik dan sesuai. Entah dari mana mereka semua mendapatkan alat itu. Kami tidur di dalam gua yang terdapat lukisan-lukisan purba.
Akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan. Pertama kali melihat “Perahu Nuh”, seolah-olah bagai sebongkah batu biru yang sangat besar. Semakin dekat barulah bentuknya semakin jelas. “Saya melihat bagian ujung bahtera itu sudah berlubang pecah mungkin bekas dikapak orang. Saya sungguh kagum dan sedikit kecewa karena tidak dapat menghampirinya. Hanya Tuhan saja yang tahu betapa ingin saya menyentuh dan berjalan-jalan di atasnya.” Abbas menerangkan bahwa perahu itu mempunyai kutukan. Ada sebagian orang yang telah terserang jantung dan mati di dalamnya.
Penjaga mengatakan mengenai “Perahu Nuh”, bahwa sejak turun temurun, Abbas tidak suka jika ada orang atau bangsa asing naik ke gunung itu untuk mencari atau meneliti “Perahu Nuh”. Dia bilang setiap orang yang naik ingin mengambil dan memecahkan bagian perahu untuk dibawa pulang. Sedangkan orang-orang Qurdish ini tidak mau perahu itu diotak-atik.
Sebenarnya sebagian dari barang-barang antik muatan “Perahu Nuh” telah diambil oleh nenek moyang Abbas sejak dulu. Saya sendiri melihat beberapa barang antik di rumahnya, seperti mangkuk besar setinggi 2 kaki setengah, tembikar, pinggan yang terbuat dari kulit kerang, piring pelita dan sebagainya. Mereka hanya mengizinkan Davis melihat saja. Abbas juga menerangkan, bahwa nenek moyangnya telah menemukan madu di dalam botol sewaktu ekspedisi bersama ilmuwan Turki. Dan sekarang madu itu telah dikirim ke Switzerland dan dinyatakan sebagai madu asli.
Ed Davis dan Ahmet Ali Arslan
Ahmet Ali Arslan
Ahmed Ali Arslan adalah pemimpin redaksi, koran Ahkbar, media berbahasa Turki di Washington DC. Ia pernah bekerja sebagai penyiar di stasiun radio Suara Amerika (VOA). Beliau juga seorang penasihat dan peneliti di Institut Sains dan International Technology Washington DC. “Keluarga saya berasal dari Aralik yang terletak di kaki gunung Ararat. Di situlah saya dibesarkan. Semenjak kecil saya telah naik ke gunung itu, mungkin sudah lebih dari 50 kali termasuk ekspedisi Navarra.”
Dia pernah mendampingi rombongan ekspedisi ilmuwan tahun 1989 untuk mencari kawasan jurang yang dikenal sebagai lembah Ahora di pinggir gunung itu. Lembah Ahora ini adalah satu lembah yang sangat curam dan bahaya. Oleh karena dia seorang warga negara Turki maka diberikan wewenang membuat strategi ke bagian-bagian tertentu di gunung Ararat, yang dikenal oleh satelit sebagai kawasan yang mungkin merupakan kawasan “Perahu Nuh”.
Sewaktu dia dekat dengan kawasan itu, lapisan es yang dipijaknya mulai bergerak dan ia tergelincir sejauh berpuluh-puluh kaki ke bawah jurang. Untunglah dia tidak terjatuh ke dalam lubang jurang. “Saat saya berdiri, di hadapan saya kira-kira 2.100 kaki, terlihat satu struktur bangunan yang terbuat dari kayu. Kira-kira beberapa ribu kaki dari puncak gunung. Cepat-cepat saya mengambil gambar. Saya yakin itulah ‘The Great Noah Ark’ yang menjadi pembicaraan banyak orang.”
Ronald Bennet
Ronald Bennet
Mr. Ronald Bennet adalah bekas wartawan dan juru foto Gedung Putih, tinggal di sebuah pelabuhan La Jolla, California US. Saat Presiden AS Jimmy Carter melawat ke Teheran, Iran dengan pesawat Air Force One, Ronald Bennet ikut dalam rombongan tersebut Rombongan bertolak dari Washington DC menuju Warsawa, Polandia pada 29 Desember 1977 dan kemudian ke Teheran pada 31 Desember 1977. Dalam perjalanan melintasi gunung Ararat, ia melihat sesuatu yang aneh.
“Saat peristiwa terjadi, kami dalam perjalanan dari Polandia menuju Teheran. Saat terbang di utara Turki, kami diminta memandang ke jendela. Pada saat yang bersamaan ada beberapa pesawat MIG Fulcrum USSR sedang mengiringi Air Force One yang kami tumpangi. Dari jendela tampak dengan jelas sebuah kotak panjang seperti perahu yang besar dan sebagian tertutup es."
Edward Behling
Tahun 1973 Edward Behling dari Amerika bergabung dengan tentara Angkatan Udara AS yang ditugaskan mengawal dan memberi perlindungan semasa kamp pembinaan tentara di Diaberker, sebelah tenggara gunung Ararat. Ia mempunyai kawan dari tentara Turki keturunan Qurdish yang bernama Mustafa. Behling dan Mustafa telah mendaki puncak Ararat pada bulan Mei 1973. Sebenarnya Mustafa sendiri pun sebelumnya tidak pernah melihat langsung “Perahu Nuh”. Dia berjanji membujuk pamannya yang juga bangsa Qurdish agar turut membawa dia melihat perahu tersebut. Meskipun awalnya keberatan, tapi akhirnya diantar juga asal tak membawa kamera.
Sang paman membawa mereka ke puncak Ararat. Behling merasakan seolah-olah sedang melalui sebuah lorong di celah-celah batu dan salju turun dengan amat lebat. Sang paman seolah-olah tahu dengan tepat semua jalan yang dilaluinya. Setelah beberapa lama berjalan menelusuri lorong batu dia merasa teramat letih dan berharap mereka akan berhenti untuk istirahat. Tiba-tiba Mustafa berpaling ke arah mereka dan menunjukkan sesuatu. Saya lihat di satu lembah 50 kaki ke bawah, terlihat sebuah benda hitam dan besar. Amat besar. Salju yang menutupi bagian atasnya telah mencair. Bagian depan perahu sudah pecah dan berlubang.
“Saya tidak melihat pintu satu pun. Dengan mata kepala sendiri, saya melihat benda sebesar itu terdampar di puncak gunung Ararat. Oleh karena kurangnya cahaya, lubang yang terdapat di perahu itu tidak terlihat dengan jelas. Perahu itu berwarna hitam. Tampak seperti satu kotak besar yang panjang. Saya hanya melihat 150-200 kaki saja, selebihnya badan perahu itu tertutup oleh salju. Saya lihat bagian ujung bahtera sudah dipecahkan. Ketebalan dinding kapal itu lebih kurang 18 inci.”
Paderi Kristian
Paderi Kristian adalah seorang pastor Harold William dari Logansport, Indiana AS. Ada seorang kawannya, yakni seorang imigran Muslim yang berbangsa Armenia bernama Haji Yearam. Menurut ceritanya, ia tinggal di kaki gunung Ararat. Menurut sejarah, mereka adalah keturunan orang yang keluar dari “Perahu Nuh” dan tidak hijrah ke mana-mana. Keturunan Haji Yearam senantiasa tinggal di kaki gunung Ararat itu. Beberapa ratus tahun setelah “banjir besar”, anak cucu keturunannya mendaki puncak Ararat untuk memberi penghormatan dan melihat “Perahu Nuh”. Saat itu masih ada jalan menuju ke perahu itu dan entah bagaimana jalan itu telah hilang musnah dan tidak dapat dijumpai lagi hingga kini. Mungkin karena perubahan cuaca, gempa bumi, dan lain sebagainya.
Sewaktu H. Yearam masih kecil, ada beberapa orang asing datang ke rumahnya. Mereka ini adalah orang yang tidak percaya kitab suci. Mereka adalah ilmuwan, yang sedang dalam perjalanan melakukan ekspedisi untuk membuktikan bahwa cerita “The Great Noah Ark” itu hanya dongeng semata. Mereka kemudian mengupah Yearam untuk menjadi pemandu mendaki puncak Ararat. Waktu itu musim panas dan salju yang menutupi sebagian puncak Ararat telah mencair.
Setelah dengan susah payah mendaki, akhirnya mereka pun tiba di puncak. Dengan jelas “Perahu Nuh” terlihat. Seluruh bagian luar dan dalam perahu diselimuti syellek atau lacker serta bahan pengilat yang kuat dan tebal. Tidak terlihat adanya jendela, hanya terdapat sebuah pintu besar namun daun pintunya sudah tidak ada lagi. Para ilmuwan marah. Mereka mencoba meraih kayu bahtera tersebut, membuat api unggun dengan tujuan untuk membakar dan memusnahkan perahu tersebut. Anehnya dengan keadaan kekurangan peralatan segala usaha mereka sia-sia. Apalagi keadaan perahu itu sendiri keras seperti batu. Kayunya tidak bisa terbakar langsun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar