Wanita yang Aduannya Didengar Allah dari Langit Ketujuh
24Jul2008 Kategori: Nasihat Untuk Muslimah, Wanita Teladan
Penyusun: Ummu Sufyan
Beliau adalah Khaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa’labah Ghanam bin Auf. Suaminya adalah saudara dari Ubadah bin Shamit, yaitu Aus bin Shamit bin Qais. Aus bin Shamit bin Qais termasuk sahabat Rasulullah yang selalu mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam peperangan, termasuk perang Badar dan perang Uhud. Anak mereka bernama Rabi’.
Suatu hari, Khaulah binti Tsa’labah mendapati suaminya sedang menghadapi suatu masalah. Masalah tersebut kemudian memicu kemarahannya terhadap Khaulah, sehingga dari mulut Aus terucap perkataan, “Bagiku, engkau ini seperti punggung ibuku.” Kemudian Aus keluar dan duduk-duduk bersama orang-orang. Beberapa lama kemudian Aus masuk rumah dan ‘menginginkan’ Khaulah. Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah islam (yaitu dhihaar). Khaulah berkata, “Tidak… jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku sampai Allah dan Rasul-Nya memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.”
Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta fatwa dan berdialog tentang peristiwa tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan dengan urusanmu tersebut… aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.” Sesudah itu Khaulah senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Beliau berdo’a, “Ya Allah sesungguhnya aku mengadu tentang peristiwa yang menimpa diriku.” Tiada henti-hentinya wanita ini ini berdo’a hingga suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pingsan sebagaimana biasanya beliau pingsan tatkala menerima wahyu. Kemudian setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sadar, beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan ayat Al-Qur’an tentang dirimu dan suamimu.” kemudian beliau membaca firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat…..” sampai firman Allah: “Dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang pedih.” (QS. Al-Mujadalah:1-4)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarah dhihaar, yaitu memerdekakan budak, jika tidak mampu memerdekakan budak maka berpuasa dua bulan berturut-turut atau jika masih tidak mampu berpuasa maka memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin.
Inilah wanita mukminah yang dididik oleh islam, wanita yang telah menghentikan khalifah Umar bin Khaththab saat berjalan untuk memberikan wejangan dan nasehat kepadanya. Dalam sebuah riwayat, Umar berkata, “Demi Allah seandainya beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku hingga malam hari maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali jika telah datang waktu shalat maka saya akan mengerjakan shalat kemudian kembali untuk mendengarkannya hingga selesai keperluannya.”
Alangkah bagusnya akhlaq Khaulah, beliau berdiri di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdialog untuk meminta fatwa, adapun istighatsah dan mengadu tidak ditujukan melainkan hanya kepada Allah Ta’ala. Beliau berdo’a tak henti-hentinya dengan penuh harap, penuh dengan kesedihan dan kesusahan serta penyesalan yang mendalam. Sehingga do’anya didengar Allah dari langit ketujuh.
Allah berfirman yang artinya, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (berdo’a) kepada–Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min: 60)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya, “Sesungguhnya Rabb kalian Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi itu Maha Malu lagi Maha Mulia, Dia malu terhadap hamba-Nya jika hamba-Nya mengangkat kedua tangannya kepada-Nya untuk mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Hikmah
Tidak setiap do’a langsung dikabulkan oleh Allah. Ada faktor-faktor yang menyebabkan do’a dikabulkan serta adab-adab dalam berdo’a, diantaranya:
1. Ikhlash karena Allah semata adalah syarat yang paling utama dan pertama, sebagaimana firman Allah yang artinya, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Al-Mu’min: 14)
2. Mengawali do’a dengan pujian dan sanjungan kepada Allah, diikuti dengan bacaan shalawat atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diakhiri dengan shalawat lalu tahmid.
3. Bersungguh-sungguh dalam memanjatkan do’a serta yakin akan dikabulkan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Khaulah binti Tsa’labah radhiyallahu ‘anha.
4. Mendesak dengan penuh kerendahan dalam berdo’a, tidak terburu-buru serta khusyu’ dalam berdo’a.
5. Tidak boleh berdo’a dan memohon sesuatu kecuali hanya kepada Allah semata.
6. Serta hal-hal lain yang sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain hal-hal di atas, agar do’a kita terkabul maka hendaknya kita perhatikan waktu, keadaan, dan tempat ketika kita berdo’a. Disyari’atkan untuk berdo’a pada waktu, keadaan dan tempat yang mustajab untuk berdo’a. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang penting bagi terkabulnya do’a. Diantara waktu-waktu yang mustajab tersebut adalah:
1. Malam Lailatul qadar.
2. Pertengahan malam terakhir, ketika tinggal sepertiga malam yang akhir.
3. Akhir setiap shalat wajib sebelum salam.
4. Waktu di antara adzan dan iqomah.
5. Pada saat turun hujan.
6. Serta waktu, keadaan, dan tempat lainnya yang telah diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga Allah memberikan kita taufiq agar kita semakin bersemangat dan memperbanyak do’a kepada Allah atas segala hajat dan masalah kita. Saudariku, jangan sekali pun kita berdo’a kepada selain-Nya karena tiada Dzat yang berhak untuk diibadahi selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan janganlah kita berputus asa ketika do’a kita belum dikabulkan oleh Allah. Wallahu Ta’ala a’lam.
Maraji’:
1. Wanita-wanita Teladan di Masa Rasulullah (Pustaka At-Tibyan)
2. Do’a dan Wirid (Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawaz - Pustaka Imam Syafi’i)
Dia Wanita Atau Laki-laki ???
19Jul2008 Kategori: Nasihat Untuk Muslimah
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menciptakan kaum lelaki dan kaum wanita sebagai dua jenis kelamin yang berbeda. Allah Ta’ala juga telah menetapkan dan menakdirkan bahwa laki-laki tidak sama dengan wanita baik dalam bentuk fisik, kondisi dan penampilannya. Sifat lemah lembut dan cenderung suka berhias merupakan salah satu sifat yang membedakan wanita dengan kaum lelaki. Namun bagaimana kenyataan yang terjadi di jaman ini yang disebut-sebut sebagai zaman modern? Saat ini dengan mudah akan kita jumpai kaum wanita serupa dengan kaum laki-laki dalam hal berpakaian, gerakan, suara dan dalam semua hal yang merupakan fitrah bagi laki-laki. Demikian pula sebaliknya, banyak kaum laki-laki yang menyerupai wanita. Kaum laki-laki tidak mau kalah untuk ikut berdandan sebagaimana dandanan kaum wanita. Lalu bagaimana hukum Islam terhadap hal ini?
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat para laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari)
Wahai wanita muslimah, apakah kita menutup telinga dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut? Sesungguhnya menyerupai laki-laki demikian juga laki-laki yang menyerupai wanita merupakan dosa besar dikarenakan ancaman laknat yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian wanita ada yang melakukan beberapa perkara yang merupakan sifat khusus laki-laki, seperti berbicara dengan suara laki-laki (dengan dibuat-buat) atau semacamnya dengan maksud membuat orang lain tertawa atau untuk menakut-nakuti. Jika ia telah mengetahui keharaman menyerupai laki-laki namun ia tetap melakukannya, niscaya ia masuk ke dalam perkara yang dilaknat oleh Rasulullah. Apabila ia berbicara dengan suara laki-laki untuk menakut-nakuti mereka, maka ia berdosa dengan dosa yang lebih besar daripada jika ia hanya ingin membuat mereka tertawa. Yang demikian itu karena ia telah melakukan dua larangan yaitu menyerupai laki-laki dan menakut-nakuti orang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud)
Ath-Thabari berkata di dalam Al-Fath, yang maknanya, “Tidak boleh bagi laki-laki untuk menyerupai wanita dalam pakaian dan perhiasan yang khusus untuk wanita, demikian juga sebaliknya.”
Al-Hafizh berkata: “Demikian juga dalam berbicara dan berjalan, adapun dalam berpakaian, maka hal itu berbeda-beda sesuai dengan adat dari masing-masing negeri, karena mungkin ada kaum yang tidak membedakan antara pakaian wanita dengan pakaian laki-laki. Akan tetapi wanita dibedakan dengan adanya hijab dan cadar. Adapun celaan menyerupai dalam hal berbicara dan berjalan, maka itu khusus pada orang yang melakukannya dengan sengaja. Sedangkan orang yang memang sudah pembawaannya begitu, maka ia diperintahkan memaksakan diri untuk meninggalkannya dan membiasakan terus menerus hal itu (perilaku yang sesuai jenis kelaminnya –ed.) secara bertahap. Jika seseorang tidak meninggalkan hal ini serta terus-menerus melakukannya, maka ia terkena celaan tersebut. Apalagi jika nampak darinya sesuatu yang menunjukkan bahwa ia ridha dengan hal tersebut sehingga menjadi jelas, bahwa ia termasuk dalam golongan orang-orang yang ber-tasyabuh atau menyerupai sesuatu (yaitu menyerupai lawan jenisnya -ed).” Sesungguhnya selalu terdapat hikmah dalam setiap larangan Allah baik yang kita ketahui ataupun yang tersembunyi. Allah ‘Azza wa Jalla telah menciptakan makhluk-Nya dengan ciptaan yang paling sempurna serta disertai dengan sifat yang terbaik sesuai keadaannya. Semoga kita termasuk kaum yang berpikir. Allahu a’lam.
1. ukh D
22nd July 2008 pukul 3:56 am
#Akhi Hudri,
Jika jiwa tersentak kala membaca artikel ini, sesungguhnya akhi sedang mendapatkan hidayah ilmu.
Jika artikel ini dapat memporak-porandakan hati akhi, dan menghancur leburkan segala pemikiran selama ini…
hmmm itu tanda-tanda ALLAH sedang membolak-balikkan HATI akhi…
hingga suatu saat nanti akhi bisa mendapatkan hidayah taufik berupa keinginan & kemampuan..
Yupz…berubah 180 derajat…
dan takkan bisa kembali ke jiwa yang dulu lagi…
sooo…
Apabila CINTA memberi isyarat kepadamu, ikutilah dia….
walau jalannya sukar dan curam..
dan apabila sayapnya memelukmu…menyerahlah kepadanya..
Walau pedang tersembunyi diantara ujung-ujung sayapnya bisa melukai..
Dan kalau dia berbicara padamu… percayalah padanya..
walau gemuruh suaranya bisa membuyarkan mimpi-mimpimu bagai ANGIN UTARA MENGOBRAK-ABRIK TAMAN
============
Buktikan cintamu pada Sang Khalik…
pun meski terluka…
Surat Al-Anfal ayat 24 :
“Wahai org2 yg beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yg memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-NYAlah kamu akan dikumpulkan.
Selamat berjuang,
Wassalam,
2. elfizonanwar
29th July 2008 pukul 12:09 am
ass.ww
salah satu keresahan ‘hati’, nurani sepanjang hidup dari saudara kita yang mempunyai kepribadian ‘ganda’ yang sesungguhnya atau tidak dibuat-buat, ialah mengenai status dan keberadaanya. apakah dia itu berstatus wanita atau laki-laki?.
pada umumnya, yang banyak itu adalah fisiknya laki-laki tapi mempunyai kepribadan kewanitaan, sedangkan yang fisiknya wanita tapi kelaki-lakian nampak tidak terlalu banyak dan menonjol dalam kehidupan kita.
menurut hemat saya, dengan adanya kemajuan zaman, dibidang dunia teknologi dan kedokteran, saya kira masalah kepribadian ganda ini, harus dapat dicoba untuk dijawab dengan suatu ijtihat yang sebaik-baiknya. para ulama, ahli medis dengan segala bidang keilmuannnya, sebenarnya harus ‘berani’ menjawah keresahan yang dialami saudara kita tersebut.
katakanlah, jika saudara kita itu fisiknya ‘laki-laki’ tapi pribadinya ‘benar-benar’ dan sesungguhnya bersifat keprempuan dan ditambah pula ketidakjelasan organ utamanya, maka tas dasar permintaan yang bersangkutan perlu dilakukan penelitian bersama yang mendalam baik oleh ulama, dokter berbagai bidang studinya, psikolog dll. apakah permintaan nurani seseorang ini dapat diluruskan atau dikabulkan?. kemudian, para ahli yang terkait ini meneliti, mengkaji dan membuat kesimpulan daripada penelitian bahwa seseorang laki-laki ini, layak untuk dapat diproses fisiknya, katakanlah dioperasi organ utamanya, misal dirubah menjadi organ perempuan.
memang, sebaliknya untuk seseorang yang fisiknya ‘wanita’ tapi mempunyai kepribadian laki-laki, proses dan prosedur ini agak berat untuk dilaksanakan karena terkait dengan ‘pembuatan’ peran alat uramanya. namun, kenyataan seseorang yang sedemikian ini, nampaknya tidak terlalu menonjol dalam kehidupan nyata kita. untuk hal ini, maka pemerintah dan para ulama perlu membuat institusi masalah ini.
ya saran sederhana ini semoga dapat menjawab permasalahan saudara kita yang mengalami kepribadan ganda tersebut, memang perlu keberanian para ahli dibidang masing-masing, terutama peran ulama. tapi, suka atau tidak suka, saya kira para ulama harus ‘menolong’ saudara kita ini baik dunia maupun akhirat. semoga Allah SWT mengampuni kita semua. Bismillah, mari kita kaji dengan hati yang tulus dan ikhlas semata untuk menolong saudara kita yang mengalami tekanan batin sepanjang hidupnya.
wassalam ww
Surat Cinta untuk Saudariku (2)
11Jul2008 Kategori: Nasihat Untuk Muslimah
Penulis: Ummu Sa’id
Muroja’ah: Ustadz Subkhan Khadafi
Wahai saudariku,
Kembalilah!
Kembalilah dalam ketaatan sebelum terlambat!
Kematian bisa datang kapan saja.
Bukankah kita ingin meninggal dalam ketaatan?
Bukankah kita tidak ingin meninggal dalam keadaan bermaksiat?
Bukankah kita mengetahui bahwa Allah mengharamkan bau surga bagi wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang?
Berpakaian tapi tidak sesuai dengan syariat maka itu hakekatnya berpakaian tetapi telanjang!
Tidakkah kita rindu dengan surga?
Bagaimana bisa masuk jika mencium baunya saja tidak bisa?
Saudariku,
Apalagi yang menghalangi kita dari syari’at yang mulia ini?
Kesenangan apa yang kita dapat dengan keluar dari syari’at ini?
Kesenangan yang kita dapat hanya bagian dari kesenangan dunia.
Lalu apalah artinya kesenangan itu jika tebusannya adalah diharamkannya surga (bahkan baunya) untuk kita?
Duhai…
Apa yang hendak kita cari dari kampung dunia?
Apalah artinya jika dibanding dengan kampung akhirat?
Mana yang hendak kita cari?
Kita memohon pada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Semoga Allah menjadikan hati kita tunduk dan patuh pada apa yang Allah syariatkan. Dan bersegera padanya…
Saudariku,
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mensyariatkan kepada para muslimah untuk menutup tubuh mereka dengan jilbab.
Lalu jilbab seperti apa yang Allah maksudkan?
Jilbab kan modelnya banyak…
*Semoga Allah memberi hidayah padaku dan pada kalian untuk berada di atas ketaatan dan istiqomah diatasnya*
Iya, saudariku.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui jilbab seperti apa yang Allah maksudkan dalam perintah tersebut supaya kita tidak salah sangka.
Sebagaimana kita ingin melakukan sholat subuh seperti apa yang Allah maksud, tentunya kita juga ingin berjilbab seperti yang Allah maksud.
“Ya… terserah saya! Mau sholat subuh dua rokaat atau tiga rokaat yang penting kan saya sholat subuh!”
“Ya… terserah saya! Mau pake jilbab model apa, yang penting kan saya pake jilbab!”
Mmm…
Tidak seperti ini kan?
Pembahasan mengenai hal ini ada sebuah buku yang bagus untuk dijadikan rurukan karena di dalamnya memuat dalil-dalil yang kuat dari Al Quran dan As Sunnah, yaitu Jilbab al Mar’ah al Muslimah fil Kitabi wa Sunnah yang ditulis oleh Muhammad Nasiruddin Al Albani. Buku ini telah banyak diterjemahkan dengan judul Jilbab Wanita Muslimah.
Adapun secara ringkas, jilbab wanita muslimah mempunyai beberapa persyaratan, yaitu:
1. Menutup seluruh badan
Adapun wajah dan telapak tangan maka para ulama berselisih pendapat. Sebagian ulama menyatakan wajib untuk ditutup dan sebagian lagi sunnah jika ditutup. Syekh Muhammad Nasiruddin Al Albani dalam buku di atas mengambil pendapat sunnah. Masing-masing pendapat berpijak pada dalil sehingga kita harus bisa bersikap bijak. Yang mengambil pendapat sunnah maka tidak selayaknya memandang saudara kita yang mengambil pendapat wajib sebagai orang yang ekstrim, berlebih-lebihan atau sok-sokan karena pendapat mereka berpijak pada dalil. Adapun yang mengambil pendapat wajib maka tidak selayaknya pula memandang saudara kita yang mengambil pendapat sunnah sebagai orang yang bersikap meremehkan dan menyepelekan sehingga meragukan kesungguhan mereka dalam bertakwa dan berittiba’ (mengikuti) sunnah nabi. Pendapat mereka juga berpijak pada dalil.
*Semoga Allah menjadikan hati-hati kita bersatu dan bersih dari sifat dengki, hasad, dan merasa lebih baik dari orang lain*
2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan
3. Kainnya harus tebal dan tidak tipis
4. Harus longgar, tidak ketat, sehingga tidak dapat menggambarkan bentuk tubuh
5. Tidak diberi wewangian atau parfum
6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
8. Bukan libas syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas)
“BERAT!
Rambutku kan bagus! Kenapa harus ditutup?
Lagi pula kalau ditutup bisa pengap, nanti kalau jadi rontok gimana?”
“RIWEH!
Harus pakai kaus kaki terus.
Kaus kaki kan cepet kotor, males nyucinya!”
“Baju yang kaya laki-laki ini kan baju kesayanganku! Ini style ku! Kalau pake rok jadi kaya orang lain. I want to be my self! Kalau pakai bajunya cewek RIBET! Gak praktis dan gak bisa leluasa!”
Saudariku,
Sesungguhnya setan tidak akan membiarkan begitu saja ketika kita hendak melakukan ketaatan kecuali dia akan membisikkan kepada kita ketakutan dan keragu-raguan sehingga kita mengurungkan niat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Iblis menjawab: Karena Engkau telah menjadikanku tersesat, maka aku benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka, belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka, sehingga Engkau akan mendapati kebanyakan mereka tidak bersyukur.” (Qs. Al A’raf: 16-17)
Ibnu Qoyyim berkata “Apabila seseorang melakukan ketaatan kepada Allah, maka setan akan berusaha melemahkan semangatnya, merintangi, memalingkan, dan membuat dia menunda-nunda melaksanakan ketaatan tersebut. Apabila seorang melakukan kemaksiatan, maka setan akan membantu dan memanjangkan angan dan keinginannya.”
Mungkin setan membisikkan
“Dengan memakai jilbab, maka engkau tidak lagi terlihat cantik!”
Sebentar!
Apa definisi cantik yang dimaksud?
Apa dengan dikatakan “wah…”, banyak pengagum dan banyak yang nggodain ketika kita jalan maka itu dikatakan cantik?
Sungguh!
Kecantikan iman itu mengalahkan kecantikan fisik.
Mari kita lihat bagaimana istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shohabiyah!
Apa yang menyebabkan mereka menduduki tempat yang mulia?
Bukan karena penampilan dan kecantikan, tetapi karena apa yang ada di dalam dada-dada mereka.
Tidakkah kita ingin berhias sebagaimana mereka berhias?
Sibuk menghiasi diri dengan iman dan amal sholeh.
Wahai saudariku,
Seandainya fisik adalah segala-galanya, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memilih wanta-wanita yang muda belia untuk beliau jadikan istri. Namun kenyataannya, istri-istri nabi adalah janda kecuali Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Atau… mungkin setan membisikkan
“Dengan jilbab akan terasa panas dan gerah!”
Wahai saudariku,
Panasnya dunia tidak sebanding dengan panasnya api neraka.
Bersabar terhadapnya jauh lebih mudah dari pada bersabar terhadap panasnya neraka.
Tidakkah kita takut pada panasnya api neraka yang dapat membakar kulit kita?
Kulit yang kita khawatirkan tentang jerawatnya, tentang komedonya, tentang hitamnya, tentang tidak halusnya?
Wahai saudariku,
Ketahuilah bahwa ketaatan kepada Allah akan mendatangkan kesejukan di hati. Jika hati sudah merasa sejuk, apalah arti beberapa tetes keringat yang ada di dahi.
Tidak akan merasa kepanasan karena apa yang dirasakan di hati mengalahkan apa yang dialami oleh badan.
Kita memohon pada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Semoga Allah memudahkan nafsu kita untuk tunduk dan patuh kepada syariat.
“Riweh pake kaus kaki.”
“Ribet pake baju cewek.”
“Panas! Gerah!”
Saudariku…
Semoga Allah memudahkan kita untuk melaksanakan apa yang Allah perintahkan meski nafsu kita membencinya.
Setiap ketaatan yang kita lakukan dengan ikhlas, tidak akan pernah sia-sia. Allah akan membalasnya dan ini adalah janji Allah dan janji-Nya adalah haq.
“Celana bermerk kesayanganku bagaimana?”
“Baju sempit itu?”
“Minyak wangiku?”
Saudariku…
Semoga Allah memudahkan kita untuk meninggalkan apa saja yang Allah larang meski nafsu kita menyukainya.
Barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Semoga Allah memudahkan kita untuk bersegera dalam ketaatan,
Meneladani para shohabiyah ketika syariat ini turun, mereka tidak berfikir panjang untuk segera menutup tubuh mereka dengan kain yang ada.
Saudariku,
Jadi bukan melulu soal penampilan!
Bahkan memamerkan dengan menerjang aturan Robb yang telah menciptakan kita.
Tetapi…
Mari kita sibukkan diri berhias dengan kecantikan iman.
Berhias dengan ilmu dan amal sholeh,
Berhias dengan akhlak yang mulia.
Hiasi diri kita dengan rasa malu!
Tutupi aurat kita!
Jangan pamerkan!
Jagalah sebagaimana kita menjaga barang berharga yang sangat kita sayangi.
Simpanlah kecantikannya,
Simpan supaya tidak sembarang orang bisa menikmatinya!
Simpan untuk suami saja,
Niscaya ini akan menjadi kado yang sangat istimewa untuknya.
Saudariku,
Peringatan itu hanya bermanfaat bagi orang yang mau mengikuti peringatan dan takut pada Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan takut kepada Robb Yang Maha Pemurah walau dia tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS. Yasin: 11)
Kita memohon pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang mau mengikuti peringatan,
Semoga Allah memasukkan kita kedalam golongan orang-orang yang takut pada Robb Yang Maha Pemurah walau kita tidak melihat-Nya,
Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang mendapat kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.
Kita berlindung pada Allah dari hati yang keras dan tidak mau mengikuti peringatan. Kita berlindung pada Allah, Semoga kita tidak termasuk dalam orang-orang yang Allah firmankan dalam QS. Yasin: 10 (yang artinya):
“Sama saja bagi mereka apakah kami memberi peringatan kepada mereka ataukah kami tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.” (QS. Yasin: 10)
Saudariku, Jangan Gunakan Lisanmu untuk Melaknat!
22Jun2008 Kategori: Akhlaq, Nasihat Untuk Muslimah
Penulis: Ummu Salamah As-Suluni
Termasuk bagian dari kenikmatan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya adalah lisan. Dengan lisan, kita dapat mengungkapkan pikiran dan perasan kita. Terkadang kita menganggap sepele atau bahkan melupakan perkara yang berhubungan dengan lisan, sehingga kita sering mendengar seseorang yang mengucapkan sesuatu yang tanpa disadari bisa menimbulkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lisan terkadang dapat mengantarkan pemiliknya ke tingkat tertinggi apabila lisan itu digunakan untuk kebaikan atau diarahkan kepada apa yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun lisan juga dapat menjerumuskan pemiliknya ke tingkat yang paling rendah, yaitu apabila lisan digunakan untuk perkara yang tidak diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seorang mukmin senantiasa diperintahkan untuk menjaga lisannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS. Al-Mukminun: 1-3)
Menjaga lisan termasuk salah satu kesempurnaan Islam seseorang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik (kualitas) keislaman kaum mukminin adalah orang yang kaum muslimin merasa aman dari (kejahatan) lisan dan tangannya. Sebaik-baik (kualitas) keimanan kaum mukminin adalah mereka yang paling baik akhlaqnya…..” (HR. Ath-Thabrani)
Sebagai seorang mukmin, penting bagi kita untuk mengetahui apa saja yang termasuk kejahatan lisan. Diantara kejahatan-kejahatan lisan tersebut adalah melaknat.
Apa itu melaknat? Melaknat memiliki dua makna, yaitu makna pertama adalah mencela dan makna kedua adalah mengusir serta menjauhkan dari rahmat Allah. Melaknat bukanlah perangai orang beriman, dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela dan bukan orang yang suka melaknat serta bukan orang yang suka bicara jorok dan kotor.” (HR. Al-Bukhari)
Banyak bahaya yang ditimbulkan karena melaknat. Di antara bahaya tersebut adalah tukang laknat tidak dimasukkan dalam golongan para syuhada dan tidak termasuk orang-orang yang memberi syafa’at disisi Allah untuk memintakan ampun bagi seseorang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang suka melaknat tidak akan menjadi pemberi syafa’at dan tidak pula syuhada pada hari kiamat.” (HR. Muslim)
Melaknat juga bukan sifat para shidiqqun, disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sepatutnya bagi seorang shidiqq menjadi pelaknat.” (HR. Muslim)
Lalu bagaimana jika seseorang melaknat orang lain yang tidak berhak untuk dilaknat? Jawabannya, laknat itu akan kembali pada orang yang melaknat. Dalam suatu hadits dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba apabila melaknat sesuatu, niscaya laknatnya akan naik ke langit, maka tertutuplah pintu-pintu langit hingga ia (laknat -ed) tak dapat masuk, maka kembalilah ia terhujam ke bumi, akan tetapi pintu-pintu bumi pun tertutup untuknya, maka ia berputar-putar ke kanan dan kiri, dan jika tak menemui jalan keluar (menuju sasarannya), maka ia akan tertuju pada orang yang dilaknat jika memang ia pantas untuk dilaknat, akan tetapi jika tidak pantas, maka ia akan kembali kepada orang yang mengucapkan laknat tadi.” (HR. Abu Daud)
Kadang kita mendengar orang berkata, “dasar batu sial!” atau “sial kamu!”, kata-kata ini terdengar sangat sepele, namun ketahuilah Saudariku, bahwa kita dilarang untuk mengucapkan atau melaknat sesuatu tanpa adanya keterangan dari agama bahwa sesuatu tersebut mendatangkan kesialan. Selain itu, kita juga dilarang melaknat angin, binatang, ayam jago, waktu, serta manusia tertentu, terutama seorang mukmin karena hal tersebut termasuk dosa besar. Tsabit bin Adh-Dhahhak rahimahullahu Ta’ala berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melaknat seorang mukmin maka seakan-akan dia membunuhnya.” (HR. Al-Bukhari)
Lalu apakah ada laknat yang diperbolehkan? Jawabannya ada, yaitu melaknat pelaku kemaksiatan dari kalangan kaum muslimin tanpa menunjuk personnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan yang minta disambungkan rambutnya. Selain itu boleh juga melaknat dengan menunjuk orang terrtentu yang sudah mati untuk menjelaskan keadaannya pada manusia dan untuk kemashlahatan syari’ah. Adapun jika tidak ada maslahat syari’ah maka tidak diperbolehkan karena, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencaci maki orang-orang yang telah mati, karena sesungguhnya mereka telah mendapatkan balasan dari apa yang telah mereka perbuat dahulu.” (HR. Al-Bukhari)
Seorang mukmin hendaknya tidak berkata kecuali yang baik. Perkataannya adalah suatu kejujuran, di samping sebagai perbaikan di antara manusia, amar ma’ruf nahi munkar, doa, dan ketundukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak inginkah kita termasuk orang-orang yang disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini? “Barangsiapa menjamin untukku apa yang ada diantara kedua dagunya (lisan) dan apa yang ada diantara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin untuknya surga.” (HR. Al-Bukhari)
Karena itu, marilah kita memohon kepada Allah Ta’ala agar melindungi kita dari kesalahan-kesalahan lisan kita serta janganlah kita merasa aman terhadap tipu daya lisan, agar kita tidak binasa dalam neraka jahim dan kerugian.
Maraji’:
1. Manajemen Lisan Saat Diam Saat Bicara (Husain al-Awayisyah)
2. Wahai Muslimah Dengarlah Nasehatku, edisi revisi (Ummu Abdillah Al-Wadi’iyyah)
3. Tarjamah Riyadhus Shalihin (Imam Nawawi)
4. Dosa-Dosa yang Dianggap Biasa (Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid)
• Tags: Adab dan Akhlaq, Nasihat
2,228
Yang Terlupa Dari Keikhlasan
15Jun2008 Kategori: Aqidah, Nasihat Untuk Muslimah
Ikhlas, suatu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kaum muslimin. Sebuah kata yang singkat namun sangat besar maknanya. Sebuah kata yang seandainya seorang muslim terhilang darinya, maka akan berakibat fatal bagi kehidupannya, baik kehidupan dunia terlebih lagi kehidupannya di akhirat kelak. Ya itulah dia, sebuah keikhlasan. Amal seorang hamba tidak akan diterima jika amal tersebut dilakukan tidak ikhlas karena Allah.
Allah berfirman yang artinya,
“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya.” (Qs. Az Zumar: 2)
Keikhlasan merupakan syarat diterimanya suatu amal perbuatan di samping syarat lainnya yaitu mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Perkataan dan perbuatan seorang hamba tidak akan bermanfaat kecuali dengan niat (ikhlas), dan tidaklah akan bermanfaat pula perkataan, perbuatan dan niat seorang hamba kecuali yang sesuai dengan sunnah (mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam)”
Apa Itu Ikhlas ?
Banyak para ulama yang memulai kitab-kitab mereka dengan membahas permasalahan niat (dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan keikhlasan), di antaranya Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, Imam Al Maqdisi dalam kitab Umdatul Ahkam, Imam Nawawi dalam kitab Arbain An-Nawawi dan Riyadhus Shalihin-nya, Imam Al Baghowi dalam kitab Masobihis Sunnah serta ulama-ulama lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keikhlasan tersebut. namun, apakah sesungguhnya makna dari ikhlas itu sendiri ?
Ukhti muslimah, yang dimaksud dengan keikhlasan adalah ketika engkau menjadikan niatmu dalam melakukan suatu amalan hanyalah karena Allah semata, engkau melakukannya bukan karena selain Allah, bukan karena riya (ingin dilihat manusia) ataupun sum’ah (ingin didengar manusia), bukan pula karena engkau ingin mendapatkan pujian serta kedudukan yang tinggi di antara manusia, dan juga bukan karena engkau tidak ingin dicela oleh manusia. Apabila engkau melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata bukan karena kesemua hal tersebut, maka ketahuilah saudaraku, itu berarti engkau telah ikhlas. Fudhail bin Iyadh berkata, “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya.”
Dalam Hal Apa Aku Harus Ikhlas ?
Sebagian manusia menyangka bahwa yang namanya keikhlasan itu hanya ada dalam perkara-perkara ibadah semata seperti sholat, puasa, zakat, membaca al qur’an , haji dan amal-amal ibadah lainnya. Namun ukhti muslimah, ketahuilah bahwa keikhlasan harus ada pula dalam amalan-amalan yang berhubungan dengan muamalah. Ketika engkau tersenyum terhadap saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau mengunjungi saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau meminjamkan saudarimu barang yang dia butuhkan, engkau pun harus ikhlas. Tidaklah engkau lakukan itu semua kecuali semata-mata karena Allah, engkau tersenyum kepada saudarimu bukan karena agar dia berbuat baik kepadamu, tidak pula engkau pinjamkan atau membantu saudarimu agar kelak suatu saat nanti ketika engkau membutuhkan sesuatu maka engkau pun akan dibantu olehnya atau tidak pula karena engkau takut dikatakan sebagai orang yang pelit. Tidak wahai saudariku, jadikanlah semua amal tersebut karena Allah.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu dengannya, malaikat itu bertanya, “Hendak ke mana engkau ?” maka dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di kota ini.” Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau memiliki suatu kepentingan yang menguntungkanmu dengannya ?” orang itu pun menjawab: “Tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena Allah, malaikat itu pun berkata “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena-Nya.” (HR. Muslim)
Perhatikanlah hadits ini wahai ukhti, tidaklah orang ini mengunjungi saudaranya tersebut kecuali hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang tersebut. Tidakkah engkau ingin dicintai oleh Allah wahai ukhti ?
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh Allah, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.” (HR Bukhari Muslim)
Renungkanlah sabda beliau ini wahai ukhti, bahkan “hanya” dengan sesuap makanan yang seorang suami letakkan di mulut istrinya, apabila dilakukan ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberinya pahala. Bagaimana pula dengan pengabdianmu terhadap suamimu yang engkau lakukan ikhlas karena Allah ? bukankah itu semua akan mendapat ganjaran dan balasan pahala yang lebih besar? Sungguh merupakan suatu keberuntungan yang amat sangat besar seandainya kita dapat menghadirkan keikhlasan dalam seluruh gerak-gerik kita.
Berkahnya Sebuah Amal yang Kecil Karena Ikhlas
Ukhti muslimah yang semoga dicintai oleh Allah, sesungguhnya yang diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Abdullah bin Mubarak berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat.”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang laki-laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia berkata: Demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya.” (HR. Muslim)
Lihatlah ukhti, betapa kecilnya amalan yang dia lakukan, namun hal itu sudah cukup bagi dia untuk masuk surga karenanya. Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dahulu ada seekor anjing yang berputar-putar mengelilingi sumur, anjing tersebut hampir-hampir mati karena kehausan, kemudian hal tersebut dilihat oleh salah seorang pelacur dari bani israil, ia pun mengisi sepatunya dengan air dari sumur dan memberikan minum kepada anjing tersebut, maka Allah pun mengampuni dosanya.” (HR Bukhari Muslim)
Subhanallah, seorang pelacur diampuni dosanya oleh Allah hanya karena memberi minum seekor anjing, betapa remeh perbuatannya di mata manusia, namun dengan hal itu Allah mengampuni dosa-dosanya. Maka bagaimanakah pula apabila seandainya yang dia tolong adalah seorang muslim ? Dan sebaliknya, wahai ukhti, amal perbuatan yang besar nilainya, seandainya dilakukan tidak ikhlas, maka hal itu tidak akan berfaedah baginya. Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah Al Bahili, dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala dan agar dia disebut-sebut oleh orang lain?” maka Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu pun mengulangi pertanyaannya tiga kali, Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Kemudian beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karenanya.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud dan Nasai). Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seseorang yang dia berjihad, suatu amalan yang sangat besar nilainya, namun dia tidak ikhlas dalam amal perbuatannya tersebut, maka dia pun tidak mendapatkan balasan apa-apa.
Buah dari Ikhlas
Untuk mengakhiri pembahasan yang singkat ini, maka kami akan membawakan beberapa buah yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas. Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka keikhlasannya tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan menyesatkannya. Allah berfirman tentang perkataan Iblis laknatullah alaihi yang artinya: Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” (Qs. Shod: 82-83). Buah lain yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas adalah orang tersebut akan Allah jaga dari perbuatan maksiat dan kejelekan, sebagaimana Allah berfirman tentang Nabi Yusuf yang artinya “Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas. “ ( Qs. Yusuf : 24). Pada ayat ini Allah mengisahkan tentang penjagaan Allah terhadap Nabi Yusuf sehingga beliau terhindar dari perbuatan keji, padahal faktor-faktor yang mendorong beliau untuk melakukan perbuatan tersebut sangatlah kuat. Akan tetapi karena Nabi Yusuf termasuk orang-orang yang ikhlas, maka Allah pun menjaganya dari perbuatan maksiat. Oleh karena itu wahai ukhti, apabila kita sering dan berulang kali terjatuh dalam perbuatan kemaksiatan, ketahuilah sesungguhnya hal tersebut diakibatkan minim atau bahkan tidak adanya keikhlasan di dalam diri kita, maka introspeksi diri dan perbaikilah niat kita selama ini, semoga Allah menjaga kita dari segala kemaksiatan dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas. Amin ya Rabbal alamin.
Indahnya Berhias
12Jun2008 Kategori: Nasihat Untuk Muslimah
Penyusun: Ummu ‘Abdirrahman
Muroja’ah: Ustadz Abu Salman & Ustadz Aris Munandar
Di sebuah kos putri…
“Yanti subhanallah, mau pesta kemana?” Tatap seorang temannya tak berkedip pada Yanti yang berdandan tebal bak artis. Yanti menjawab, “Kamu berlebihan deh. Yanti mau ikut pengajian bareng temen-temen, jadi harus bersih dan rapi. Kebersihan itu kan sebagian dari iman. Berangkat dulu ya. Assalaamu’alaykum…”
Setelah Yanti pergi, ada suara heboh Riri yang hendak pergi juga. “Duh Riri tetangga kamarku yang baru pulang dari kampus. Kucel amat. Lho… lho… Ini mo pergi lagi ya, gak mau bersihin wajah dan rapiin bajumu dulu?” Riri menjawab, “Nanti menyebar fitnah lho. Wanita itu kan ujian bagi laki-laki. Riri berangkat ta’lim ya. Assalaamu’alaykum…”
Sepenggal kisah di atas banyak kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Banyak sekali wanita berhias di luar rumahnya dengan alasan kerapian dan kebersihan, sementara di sisi lain banyak juga yang sama sekali tidak memperhatikan penampilannya dengan alasan menjaga kehormatan muslimah. Tahukah saudariku bahwa Islam memiliki tuntunan dalam berhias? Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan sebuah hadits shahih dari Ibnu Mas’ud radhiyallhu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.”
Dan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Al Handhalliyah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para sahabatnya ketika mereka hendak mendatangi saudara mereka,
“Kalian akan mendatangi saudara-saudara kalian. Karenanya perbaikilah kendaraan kalian, dan pakailah pakaian yang bagus sehingga kalian menjadi seperti tahi lalat di tengah-tengah umat manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai sesuatu yang buruk.” (HR. Abu Dawud dan Hakim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkategorikan kondisi dan pakaian yang tidak bagus sebagai suatu hal yang buruk. Semuanya itu termasuk hal yang dibenci oleh Islam. Islam mengajak kaum muslimin secara keseluruhan untuk selalu berpenampilan bagus. Bertolak dari hal itu, seorang muslimah tidak boleh mengabaikan dirinya dan bersikap tidak acuh terhadap penampilan yang rapi dan bersih, terlebih lagi jika sudah membina rumah tangga. Hendaknya ia senantiasa berpenampilan yang baik dengan tidak berlebih-lebihan.
Muslimah yang cerdas akan senantiasa menyelaraskan antara lahir dan batin. Perhatiannya pada penampilan yang baik bersumber dari pemahaman yang baik pula terhadap agamanya. Karena penampilan yang rapi dan bersih merupakan hal yang mulia. Lalu, bagaimanakah tuntunan Islam dalam berhias?
Kebersihan badan adalah kuncinya.
Sudah seharusnya seorang wanita menjaga kebersihan badannya dengan mandi. Dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu, nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dari Abi Rofi’, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam berkeliling mengunjungi beberap istrinya (untuk menunaian hajatnya), maka beliau mandi setiap keluar dari rumah istri-istrinya. Maka Abu Rofi’ bertanya, ‘Ya, Rasulullah, tidakkah mandi sekali saja?’ Maka jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ini lebih suci dan lebih bersih.’” (Ibnu Majah dan Abu Daud, derajat haditsnya hasan)
Mandi dapat menghilangkan kotoran sehingga menjauhkan seorang muslimah dari penyakit dan menjaga agar badannya tidak bau. Sehingga ia pun akan menjadi dekat dengan orang-orang di sekitarnya.
Hendaklah seorang wanita juga menjaga hal-hal yang termasuk fitrah yaitu memotong kuku dan memelihara kebersihannya agar tidak panjang atau kotor. Kuku yang panjang akan tampak buruk dipandang, menyebabkan menumpuknya kotoran di bawah kuku dan mengurangi kegesitan pemiliknya dalam bekerja.
Hal lain yang termasuk fitrah adalah mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan. Hal ini sangat dianjurkan dalam Islam, selain dapat menjaga kebersihan dan keindahan tubuh seorang muslimah. Oleh karenanya, seorang muslimah hendaknya tidak membiarkannya lebih dari 40 hari.Dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Lima hal yang termasuk fitrah (kesucian): mencukur bulu kemaluan, khitan, menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku.” (HR. Bukhari Muslim)
Perhatikanlah mulut karena dengannya engkau berdzikir dan berbicara kepada manusia.
Wanita muslimah hendaknya selalu menjaga kebersihan mulutnya dengan cara membersihkan giginya dengan siwak atau sikat gigi dan alat pembersih lain jika tidak ada siwak. Bersiwak dianjurkan dalam setiap keadaan dan lebih ditekankan lagi ketika hendak berwudhu’, akan shalat, akan membaca Al Qur’an, masuk ke dalam rumah dan bangun malam ketika hendak shalat tahajjud. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan memerintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap kali akan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu, hendaknya seorang muslimah menjaga mulutnya dari bau yang tidak sedap.
“Barangsiapa yang makan bawang merah dan bawang putih serta kucai, maka janganlah dia mendekati masjid kami.” (HR. Muslim)
Karena bau yang tidak sedap mengganggu malaikat dan orang-orang yang hadir di dalam masjid serta mengurangi konsentrasi dalam berdzkikir. Maka hendaknya seorang muslimah juga menjaga bau mulutnya di mana pun ia berada.
Rawatlah keindahan mahkotamu.
Sudah seharusnya seorang muslimah menjaga keindahan rambutnya karena rambut merupakan mahkota seorang wanita. Dan hendaknya dia menjaga kebersihan, menyisir, merapikan dan memperindah bentuknya.
“Barangsiapa yang memiliki rambut maka hendaklah dia memuliakannya.” (HR. Abu Dawud)
Kebersihan pakaian tidak pantas diabaikan.
Islam menyukai orang yang menjaga kebersihan pakaiannya dan tidak menyukai orang yang berpakaian kotor padahal ia mampu mencuci dan membersihkannya. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengunjungi kami, lalu beliau melihat seorang laki-laki yang mengenakan pakaian kotor, maka beliau pun bersabda,
“Orang ini tidak mempunyai sabun yang dapat digunakan untuk mencuci pakaiannya.” (HR. Imam Ahmad dan Nasa’i).
Jika petunjuk nabi ini ditujukan pada laki-laki, maka terlebih lagi pada wanita karena ia memegang peranan penting dalam rumah tangganya.
Perbaikilah penampilan.
Hendaklah seorang muslimah memperbaiki penampilannya untuk menampakkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya.
“Sesungguhnya Allah senang melihat tanda nikmat yang diberikan kepada hamba-hambaNya.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)
Seorang muslimah diperbolehkan untuk menghiasi dirinya dengan hal-hal yang mubah misalnya mengenakan sutra dan emas, mutiara dan berbagai jenis batu permata, celak, menggunakan inai (pacar) pada kuku dan menyemir rambut yang beruban, menggunakan kosmetik alami atau kosmetik yang tidak mengandung zat berbahaya dengan tidak berlebihan. Dan tentu saja berhias di sini bukanlah dengan maksud mempercantik diri di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
Hal yang dapat membantu memperbaiki penampilan seorang muslimah adalah memakan makanan yang bergizi serta tidak berlebih-lebihan dalam makan dan minum.
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al A’raf: 31)
Selain itu juga rajin berolahraga dapat bermanfaat untuk menjaga stamina dan keindahan tubuh serta mempercantik kulit seorang muslimah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan teladan yang baik dalam hal ini, beliau pernah mengajak ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk lomba lari (HR. Abu Daud, Nasa’i dan Thabrani)
Janganlah tabarruj.
Berhias bagi wanita ada 3 macam, yaitu berhias untuk suami, berhias di depan wanita dan lelaki mahram (orang yang haram dinikahi), dan berhias di depan lelaki bukan mahram.
Berhias untuk suami hukumnya dianjurkan dan tidak memiliki batasan. Berhias di hadapan wanita dan lelaki mahram dibolehkan tetapi dengan batasan tidak menampakkan aurat dan boleh menampakkan perhiasan yang melekat pada selain aurat. Di mana aurat wanita bagi wanita lain adalah mulai pusar hingga lutut[*] sedangkan aurat wanita di hadapan lelaki mahram adalah seluruh tubuh kecuali muka, kepala, leher, kedua tangan dan kedua kaki. Berhias di depan lelaki bukan mahram hukumnya haram dan inilah yang disebut dengan tabarruj.
[*] Demikianlah pendapat banyak ulama. Namun menurut Syaikh Al Albani, pendapat ini tidak ada dalilnya, sehingga aurat di depan wanita sama dengan aurat di hadapan mahram.
Jauhilah cara berhias yang dilarang oleh Islam.
Tidak diperbolehkan untuk berhias dengan cara yang dilarang oleh Islam, yaitu:
1. Memotong rambut di atas pundak karena menyerupai laki-laki, kecuali dalam kondisi darurat.
“Aku terbebas dari wanita yang menggundul rambut kepalanya, berteriak dengan suara keras dan merobek-robek pakaiannya (ketika mendapat musibah).” (HR. Muslim)
2. Menyambung rambut.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dengan rambut lain dan wanita yang meminta agar rambutnya disambung.” (HR. Bukhari Muslim)
3. Menghilangkan sebagian atau seluruh alis.
Tertera dalam Shahih Muslim bahwa Ibnu Mas’ud radhiyallau ‘anhu berkata, “Allah melaknat wanita yang mentato bagian-bagian dari tubuh dan wanita yang meminta untuk ditato, wanita yang mencukur seluruh atau sebagian alisnya dan wanita yang meminta untuk dicukur alisnya, dan wanita yang mengikir sela-sela gigi depannya untuk kecantikan, yang merubah ciptaan Allah ‘Azza wa Jalla.”
4. Mengikir sela-sela gigi, yaitu mengikir sela-sela gigi dengan alat kikir sehingga membentuk sedikit kerenggangan untuk tujuan mempercantik diri.
5. Mentatto bagian tubuhnya.
6. Menyemir rambut dengan warna hitam.
“Pada akhir zaman akan ada suatu kaum yang mewarnai (rambutnya) dengan warna hitam seperti dada burung merpati, mereka tidak akan mencium baunya surga.” (Shahih Jami’ush Shaghir no. 8153)
Berhati-hati dalam memilih cara berhias.
Sesungguhnya cara berhias sangatlah banyak dan beragam. Hendaknya seorang muslimah berhati-hati dalam memilih cara berhias, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Tidak boleh menyerupai laki-laki.
“Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat seorang wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Abu Daud)
2. Tidak boleh menyerupai orang kafir.
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
3. Tidak boleh berbentuk permanen sehingga tidak hilang seumur hidup misalnya tatto dan tidak mengubah ciptaan Allah misalnya operasi plastik. Hal ini disebabkan termasuk hasutan setan sebagaimana diceritakan oleh Allah,
“Dan akan aku suruh mereka merubah ciptaan Allah dan mereka pun benar-benar melakukannya.” (Qs. An Nisa: 119)
4. Tidak berbahaya bagi tubuh.
5. Tidak menghalangi air untuk bersuci ke kulit atau rambut.
6. Tidak mengandung pemborosan atau membuang-buang uang.
7. Tidak membuang-buang waktu sehingga kewajiban lain terlalaikan.
8. Penggunaannya jangan sampai membuat wanita sombong, takabur, membanggakan diri dan tinggi hati di hadapan orang lain.
Wanita santun lebih baik daripada wanita pesolek.
Kita tahu banyak wanita yang berdandan secara berlebihan dan bepergian keluar rumah tanpa mengenal batas waktu dengan mengatasnamakan ‘Inilah rupa kemajuan dan modernitas’.
Sesungguhnya kemajuan dan modernitas bukanlah dengan menentang perintah dan larangan Allah. Ketahuilah Allah Maha Tahu apa yang baik dan buruk untuk hambaNya. Mengikuti kemajuan adalah mengambil hal-hal bermanfaat yang dapat memajukan umat dan membantu kita untuk hidup lebih baik. Dan kita harus memandangnya dari kaca mata kebenaran. Kita mengambil hal-hal yang sesuai tuntunan Islam dan meninggalkan hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
Jauhilah berhias yang dilarang oleh syari’at, wahai saudariku. Sungguh wanita yang keluar rumah dengan penampilan yang berlebihan sebenarnya dia melemparkan dirinya ke dalam api neraka. Sedangkan wanita yang menghiasi jiwanya dengan kesantunan dan berhias sesuai tuntunan Islam adalah wanita yang menempatkan dirinya pada tempat yang mulia.
Maraji’:
1. Indahnya Berhias (Muhammad bin Abdul Aziz al Musnid)
2. Sentuhan Nilai Kefikihan untuk Wanita Beriman (Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Bin Abdullah al Fauzan)
3. Jati Diri Wanita Muslimah (Dr. Muhammad Ali al Hasyimi), Ensiklopedi Wanita Muslimah (Haya binti Mubarok al Barik)
4. Al Wajiz (’Abdul ‘Azhim bin Badawi al Khalafi)
5. Kenikmatan yang Membawa Bencana (Jamal bin Abdurrahman bin Ismail)
6. 40 Hadits tentang Wanita beserta Syarahnya (Manshur bin Hasan al Abdullah)
7. Manajemen Wanita Sholehah (Khalid Mustafa)
8. Note: Baca juga: Etika Berhias, karya Amru Abdul Mun’im Salim terbitan at Tibyan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar